Penerapan Smart City di Kota Bandung

Penerapan smart city (terutama pada aspek smart government) di Kota Bandung masih terfokus pada pembangunan teknologi, serta tampak mengabaikan dimensi manusia dan institusi. Implementasi kebijakan smart government dalam rangka mewujudkan smart city di Kota Bandung secara umum memberikan dampak yang positif bagi target groups (kelompok sasaran). Context of implementation (konteks implementasi) menunjukkan kondisi yang tidak baik sementara Content of policy (isi kebijakan) menunjukkan kondisi yang baik. Faktor content of policy lebih berpengaruh terhadap outcome/hasil daripada faktor context of implementation. Oleh karena dalam pengimplementasian kebijakan smart government di Kota Bandung lebih dipengaruhi oleh content of policy daripada context of implementation, maka Pemerintah Kota Bandung  sebaiknya memaksimalkan berbagai kondisi pada Content of Policy agar dapat meingkatkan outcome dari implementasi kebijakan smart government yang telah dilaksanakan. Implementasi kebijakan smart government dalam rangka mewujudkan smart city di Kota Bandung secara umum memberikan dampak yang positif bagi target groups (kelompok sasaran). Context of implementation (konteks implementasi) menunjukkan kondisi yang tidak baik sementara Content of policy (isi kebijakan) menunjukkan kondisi yang baik. Adapun faktor yang paling dominan dari content of policy adalah faktor kedudukan pengambil keputusan, dimana Walikota memiliki inovasi dan memerintahkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Bandung untuk memiliki minimal 1 (satu) aplikasi untuk 1 (satu) layanan publik. Sedangkan faktor yang paling dominan dari context of implementation adalah faktor kepatuhan dan daya tanggap pelaksana, dimana masih terdapat ego sektoral dari tiap OPD terkait pengelolaan data yang dimiliki dan kurangnya komitmen dari anggota Pengelola Data dan Informasi (Pedasi) di tiap OPD untuk melakukan update data pada website atau aplikasi yang dimiliki. Faktor content of policy lebih berpengaruh terhadap outcome/dampak daripada faktor context of implementation.

 


 

 

Pengembangan Sistem Informasi Geografis dalam Kesesuaian Lahan Tanaman


Sistem sebagai seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan erat satu dengan lainya untuk mencapai suatu tujuan bersama, terdiri dari beberapa subsistem, yang merupakan bagian yang terpisahkan dari sistem . Sistem mempunyai beberapa karakter yaitu mempunyai komponen, mempunyai batas, mempunyai masukan dan keluaran, pengolahan sistem, lingkungan luar sistem, dan sasaran atau goal.

Sistem Informasi, merupakan suatu cara yang terorgansisir mengumpulkan, memasukan dan memproses data, mengendalikan dan menghasilkan informasi dengan berbasis proses manual atau komputer untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. struktur dan cara kerja sistem informasi berbeda-beda tergantung pada macam keperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem yang berbasis komputer dan memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografis yaitu penyimpanan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhirnya dapat dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan.SIG bisa menjadi alat yang sangat penting pada pengambilan keputusan untuk pembangunan berkelanjutan. Karena SIG memberikan informasi pada pengambil keputusan untuk analiss dan penerapan database keruangan.

Desa Warembungan dan Sea yang terletak di Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa termasuk dataran rendah dengan ketinggian 0-600 mdpl. Umumnya digunakan sebagai lahan untuk kawasan lindung dan pemukiman juga digunakan sebagai lahan pertanian yang ditanamai Kelapa dan jagung. Namun, untuk tanaman kedelai belum diketahui kesesuaiannya bila dikembangkan didaerah tersebut. Belum diketahuinya kelas atau tingkat serta peta kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kedelai di desa Warembungan dan Sea akan menyebabkan produksi yang dihasilkan tidak optimal karena syarat yang dibutuhkan tanaman tersebut belum tentu sesuai dengan kondisi lahan yang mendukung pertmbuhan tanaman tersebut.

Desa Warembangan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian lahan tanaman kedelai. Dalam penelitian ini, satuan lahan diperoleh dari hasil tumpang susun antara data penggunaan lahan, data kemiringan lereng. Data karakteristik lahan diperoleh dari pengamatan lapang dan hasil analisis sampel di laboratorium. Teknik pengumpulan data berupa observasi/pengamatan tanah di lapang dan analisis laboratorium. Teknik analisis data untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan menggunakan sistem informasi geografis, yaitu dengan perangkat lunak ArcGIS 10.3 sehingga didapatkan peta kesesuaian lahan tanaman kedelai di sebagian wilayah Desa Sea dan Warembungan Kecamatan Pineleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi penelitian dengan luas 584,61 Ha yang merupakan sebagian Wilayah Desa Sea dan Warembungan Kecamatan Pineleng memiliki enam unit lahan. Unit-unit lahan ini mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman kedelai. Secara aktual lokasi ini memiliki kelas kesesuaian N (Tidak Sesuai) dengan faktor pembatas curah hujan, bahaya erosi dan kedalaman efektif. Namun, secara potensial lokasi ini memiliki kelas kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal) apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan seperti saluran drainase, pembuatan teras dan penanaman tanaman penutup lahan.

Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kedelai di Desa Sea dan Warembungan Kecamatan Pineleng tergolong kedalam kelas N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas utama curah hujan. Faktor pembatas lainnya adalah bahaya erosi dan kemiringan lereng. Namun, kesesuaian lahan potensial, yaitu setelah diadakan usaha-usaha perbaikan tertentu seperti irigrasi atau perbaikan sistem drainase, pembuatan teras atau penanaman tanaman tutupan lahan, dll yang diperlukan terhadap faktor pembatas, tergolong kedalam kelas S3.